A. Memahami Mazhab Ahlusunnah Waljama’ah
Nahdlatul Wathan |
- Pengertian as-Sunnah Secara Bahasa (Etimologi)
As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata: "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan) perkara.
As-Sunnah juga mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda Rasulullah SAW,
"Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu Sa'id al-Khudri).
Lafazh "sanana" maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama dan dunia).
"Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik dalam Islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barang siapa memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam ...." (HR. Muslim). ((HR. Muslim no. 1017, at-Tirmidzi no. 2675, Ibnu Majah no. 203, ad-Darimi no. 514, Ahmad (IV/357), an-Nasa-i no. 2553, dan yang lainnya dari Sahabat Jarir bin ‘Abdillah. Hadist selengkapknya adalah sebagai berikut, "Dari al-Mundzir bin jarir, dari bapaknya, dia berkata, "Kami pernah berada bersama Rasulullah SAW pada permulaan terik siang. Dia berkata, ‘Lalu datanglah kepada Rasulullah SAW suatu kaum dalam keadaan tidak beralas kaki dan telanjang, hanya memakai kain selimut (yang nampak dari yang memakainya hanya bagian kepala saja) atua mantel dari karung sambil menyandang pedang, kebanyakan mereka dari kabilah Mudhar, bahkan semuanya dari Mudhar. Melihat kondisi demikian raut wajah Rasulullah SAW menjadi berubah (karena merasa iba) karena melihat kefakiran yang menimpa mereka. Lalu beliau masuk kemudian keluar, kemudian menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan dan iqamah. Rasulullah SAW lalu mengerjakan shalat kemudian dikuti dengan berkhutbah, sambil bersabda : ‘Hai sekalain manusia bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, .... sampai akhir ayat ‘Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu,' (An-Nisaa': 1) juga membaca ayat dalam surat Al-Hasyr, ‘Hari orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memeprhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah....' (Al-Hasyr: 18). (Karena mendengar khutbah Nabi tersebut) Kemudian ada seseorang bershadaqah dari dinarnya, diharmnya, pakaiannya, dari satu sha' (kira-kira 3 kg) gandumnya, satu sha' kurma, sampai-sampai beliau mengatakan walaupun hanya dengan setengah butir kurma kering.' Dia berkata: "Kemudian seorang laki-laki dari Kaum Anshar membawa membawa sekantung penuh kurma, hampir-hampir telapak tangannya tidak kuat untuk membawahnya, bahkan benar-benar lemah, maka hal itu diikuti silih berganti oleh banyak orang. Sampai-sampai aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian yang sangat banyak. Akupun melihat raut wajah Rasulullah SAW bergembira seakan-akan bersinar cerah sekali, kemudian beliau bersabda: "Barangsiapa yang mencontohkan suatu sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahala sunnah tersebut dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa mencontoh suatu sunnah yang jelek/buruk dalam Islam, maka dosanya akan ditanggungnya dan juga dosa orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.')
"Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik dalam Islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapaun dari pahalam mereka. Dan barangsiapa memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam ...."
Lafazh "sunnah" maknanya adalah "sirah" (perilaku). (Lihat kamus bahasa, Lisaanul ‘Arab, Mukhtaarush Shihaah dan al-Qaamuusul Muhith: (bab: Sannana).
- Pengertian as-Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah".
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al-Albani). (HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676, dan al-Hakim (I/95), dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat keternagan hadits selengkapnya di dalam Irwaa-ul Ghaliil no. 2455 oleh Syaikh al-Albani.
- Pengertian Jama'ah Secara Bahasa (Etimologi)
Jama'ah diambil dari kata "jama'a" artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya); "fajtama'a" (maka berkumpul).
Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'" (perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq" (perceraian) dan juga lawan kata dari "furqah" (perpecahan).
Jama'ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Dan jama'ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, Mukhtaraarush Shihaah dan al-Qaamuusul Muhiith: (bab: Jama'a).
- Pengertian Jama'ah Secara Istilah (Terminologi):
Yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.
Allah Ta'ala telah memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan mereka agar berkumpul, bersatu dan tolong-menolong. Dan Allah melarang mereka dari perpecahan, perselisihan dan permusuhan. Allah SAW berfirman: "Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103).
Dia berfirman pula, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (Ali Imran: 105).
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (golongan), tujuh puluh dua tempatnya di dalam Neraka dan satu tempatnya di dalam Surga, yaitu ‘al-Jama'ah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Imam al-Albani). (HR. Abu Dawud no. 4597, Ahmat (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi (II/241). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Dishahihkan pula oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahadadiitsish Shahiihah no. 203.204).
Beliau juga bersabda, "Hendaknya kalian bersatu, dan janganlah bercerai-berai. Karena sesungguhnya syaitan itu bersama seorang, dan dia dari dua orang lebih jauh. Barangsiapa menginginkan di tengah-tengah Surga, maka hendaknya ia berjama'ah (bersatu)!" (HR Ahmad, dalam Musnadnya, dan dishahihkan oleh Imam al-Albani dalam kitab Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim). (HR. At-Tirmidzi no. 2165, Ahmad (I/18), lafazh ini milik at-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab as-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim dan bersamanya kitab Zhilaalul Jannah fi Takhrij as-Sunnah no. 88).
Seorang Sahabat yang mulia bernama ‘Abullah bin Mas'ud r.a. berkata, "Al-Jama'ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian." (Diriwayatkan oleh al-Lalika-i dalam kitabnya, Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama'ah). (Syarah Ushuulil I'tiqaad karya al-Lalika-i no. 160 dan al-Baa'its ‘alaa Inkaaril Bida' wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman).
Jadi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak dan jalan mereka, baik dalam hal ‘aqidah, perkataan maupun perbuatan, juga mereka yang istiqamah (konsisten) dalam ber-ittiba' (mengikuti Sunnah Nabi SAW) dan menjauhi perbuatan bid'ah. Mereka itulah golongan yang tetap menang dan senantiasa ditolong oleh Allah sampai hari Kiamat. Oleh karena itu mengikuti mereka (Salafush Shalih) berarti mendapatkan petunjuk, sedang berselisih terhadapnya berarti kesesatan.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah mempunyai karakteristik dan keistimewaan, diantaranya :
a. Mereka mempunyai sikap wasathiyah (pertengahan) di antara ifraath (melampaui batas) dan tafriith (menyia-nyiakan); dan di antara berlebihan dan sewenang-wenang, baik dalam masalah ‘aqidah, hukum atau akhlak. Maka mereka berada di pertengahan antara golongan-golongan lain, sebagaimana juga ummat ini berada dipertengahan antara agama-agama yang ada.
b. Sumber pengambilan pedoman bagi mereka hanyalah al-Qur-an dan as-Sunnah, Mereka pun memperhatikan keduanya dan bersikap taslim (menyerah) terhadap nash-nashnya dan memahaminya sesuai dengan manhaj Salaf.
c. Mereka tidak mempunyai iman yang diagungkan, yang semua perkataannya diambil dari meninggalkan apa yang bertentangan dengan kecuali perkataan Rasulullah SAW. Dan Ahli Sunnah itulah yang paling mengerti dengan keadaan Rasulullah SAW perkataan dan perbuatannya. Oleh karena itu, merekalah yang paling mencintai sunnah, yang paling peduli untuk mengikuti dan paling lolal terhadap para pengikutnya.
d. Mereka meninggalkan persengketaan dan pertengkaran dalam agama sekaligus menjauhi orang-orang yang terlibat di dalamnnya, meninggalkan perdebatan dan pertengkaran dalam permasalahan tentang halal dan haram. Mereka masuk ke dalam dien (Islam) secara total.
e. Mereka mengagungkan para Salafush Shalih dan berkeyakinan bahwa metode Salaf itulah yang lebih selamat, paling dalam pengetahuannya dan sangat bijaksana.
f. Mereka menolak ta'wil (penyelewengan suatu nash dari makna yang sebenarnya) dan menyerahkan diri kepada syari'at, dengan mendahulukan nash yang shahih daripada akl (logika) belaka dan menundukkan akal di bawah nash.
g. Mereka memadukan antara nash-nash dalam suatu permasalahan dan mengembalikan (ayat-ayat) yang mutasyabihat (ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian/tidak jelas) kepada yang muhkam (ayat-ayat yang jelas dan tegas maksudnya).
h. Mereka merupakan figur teladan orang-orang yang shalih, memberikan petunjuk ke arah jalan yang benar dan lurus, dengan kegigihan mereka di atas kebenaran, tidak membolak-balikkan urusan ‘aqidah kemudian bersepakat atas penyimpangannya. Mereka memadukan antara ilmu dan ibadah, antara tawakkal kepada Allah dan ikhtiar (berusaha), antara berlebih-lebihan dan wara' dalam urusan dunia, antara cemas dan harap, cinta dan benci, antara sikap kasih sayang dan lemah lembut kepada kaum mukminin dengan sikap keras dan kasar kepada orang kafir, serta tidak ada perselisihan diantara mereka walaupun di tempat dan zaman yang berbeda.
i. Mereka tidak menggunakan sebutan selain Islam, Sunnah dan Jama'ah.
j. Mereka peduli untuk menyebarkan ‘aqidah yang benar, agama yang lurus, mengajarkannya kepada manusia, memberkan bimbingan dan nasehat kepadanya serta memperhatikan urusan mereka.
k. Mereka adalah orang-orang yang paling sabar atas perkataan, ‘aqidah dan dakwahnya.
l. Mereka sangat peduli terhadap persatuan dan jama'ah, menyeru dan menghimbau manusia kepadanya serta menjauhkan perselisihan, perpecahan dan memberikan peringatan kepada manusia dari hal tersebut.
m. Allah Ta'ala menjaga mereka dari sikap saling mengkafirkan sesama mereka, kemudian mereka menghukumi orang selain mereka berdasarkan ilmu dan keadilan.
n. Mereka saling mencintai dan mengasihi sesama mereka, saling tolong menolong diantara mereka, saling menutupi kekurangan sebagian lainnya. Mereka tidak loyal dan memusuhi kecuali atas dasar agama.
Secara garis besarnya, ahlus sunnah wal jama'ah adalah manusia yang paling baik akhlaknya, sangat peduli terhadap kesucian jiwa mereka dengan berbuat ketaatan kepada Allah Ta'ala, paling luas wawasannya, paling jauh pandangan, paling lapang dadanya dengan khilaf (perbedaan pendapat) dan paling mengetahui tentang adab-adab dan prinsip-prinsip khilaf.
- Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Secara Ringkas
Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.
Dengan demikian, maka definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak keluar dari definisi Salaf. Dan sebagaimana telah dikemukakan bahwa salaf ialah mereka yang mengenalkan Al-Qur-an dan berpegang teguh dengan As-Sunnah. Jadi Salaf adalah Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Nabi SAW. Dan ahlus sunnah adalah Salafush Shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka.
Inilah pengertian yang lebih khusus dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli bid'ah dan orang-orang yang mendikuti keinginan nafsunya, seperti Khawarij, Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah, Murji'ah, Rafidhah (Syiah) dan lain-lainnya dari ahli bid'ah yang meniru jalan mereka.
Maka sunnah adalah lawan kata bid'ah, sedangkan jama'ah lawan kata firqah (gologan). Itulah yang dimaksudkan dalam hadits-hadits tentang kewajiban berjama'ah dan larangan bercerai-berai.
Inilah yang dimaksudkan oleh "Turjumanul Qur-an (juru bicara al-Qur-an)" yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a. dalam menafsirkan firman Allah Ta'ala, "Pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula maka yang hitam muram". (Ali Imran: 106).
Beliau berkata, "Muka yang putih berseri adalah muka Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan muka yang hitam muram adalah muka ahlil bid'ah dan furqah (perselisihan)." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Juz I hal. 390 (QS. Ali Imran: 106).
B. Penggali Dan Perumus Mazhab Akhlussunnah Waljaah
Ahlussunnah berarti penganut sunnah Nabi Muhammad SAW, wal Jama’ah berarti penganut I’tiqad jama’ah sahabat Nabi. Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah ialah kaum yang menganut I’tiqad yang dianut Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat beliau.
I’tiqad nabi dan para sahabat itu sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul secara terpencar, belum tersusun secara rapi dan teratur. I'tiqad itu kemudian dihimpun dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar di bidang Ushuluddin, yaitu Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Ulama besar ini dilahirkan dikota Bashrah, Iraq pada tahun 260 H/873 M, dan meninggal dunia di kota itu juga pada tahun 324 /935 M, dalam usia 64 tahun.
I’tiqad nabi dan para sahabat itu sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul secara terpencar, belum tersusun secara rapi dan teratur. I'tiqad itu kemudian dihimpun dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar di bidang Ushuluddin, yaitu Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Ulama besar ini dilahirkan di
Karena i'tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah dihimpun dan dirumuskan oleh Imam Abul Hasan Al-Asy’ari maka ada yang menyebut kaum Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Al-Asy’ariyah jamak dari Asy’ari, yaitu pengikut-pengikut Imam Abul Hasan Al-Asy’ari.
Ada juga dijumpai perkataan Sunni kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah, orang-orangnya disebut Sunniyyun.
Adapun tokoh kedua i'tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah ialah Abu Manshur Al-Maturidi. Faham dan i'tiqadnya sama atau hampir sama dengan faham i'tiqad Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Beliau lahir di kota Maturidi, Samarqand (termasuk wilayah Uzbekistan Soviet sekarang) kira-kira pada pertengahan abad ke -3H dan meninggal di Samarqand pada tahun 332 H/944 M, 9 tahun setelah wafatnya Imam Abul Hasan Al-Asy’ari.
Kedua tokoh tersebut di atas adalah sebagai penggali, perumus, penyiar sekaligus mempertahankan apa yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang sudah di i'tiqad oleh Nabi Muhammad SAW, serta sahabat-sahabat beliau.
Dalam kitab Ithafu Sadatil Muttaqin yang dikarang oleh Imam Muhammad Al-Husni Az-Zabidi, yaitu syarah kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali, ditegaskan sebagai berikut, yang artinya :
Kedua tokoh tersebut di atas adalah sebagai penggali, perumus, penyiar sekaligus mempertahankan apa yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang sudah di i'tiqad oleh Nabi Muhammad SAW, serta sahabat-sahabat beliau.
Dalam kitab Ithafu Sadatil Muttaqin yang dikarang oleh Imam Muhammad Al-Husni Az-Zabidi, yaitu syarah kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali, ditegaskan sebagai berikut, yang artinya :
“Apabila disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikuti rumusan (faham) Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan faham Abu Manshur Al-Mathuridi.”
C. Ciri-Ciri Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki ciri-ciri khusus. Adapun ciri-ciri itu dpt dijelaskan sebagai berikut.
1. Sumber pengambilan bersih dan akurat. Hal ini krn aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berdasarkan Kitab dan Sunnah serta Ijma’ para Salafush Shalih, yg jauh dari keruh hawa nafsu dan syubhat.
2. Ia ialah aqidah yg berlandaskan penyerahan total kpd Allah dan Rasul-Nya. Sebab aqidah ini ialah iman kpd sesuatu yg ghaib. Karena itu, beriman kpd yg ghaib mrpk sifat orang-orang mukmin yg paling agung, sehingga Allah memuji mereka : ” Kitab (Al-Qur’an) ini tdk ada keraguan pada ; petunjuk bagi orang yg bertakwa, (yaitu) mereka yg beriman kpd yg ghaib”. [Al-Baqarah : 2-3]. Hal itu krn akal tdk mampu mengetahui hal yg ghaib, juga tdk dpt berdiri sendiri dalam memahami syari’at, krn akal itu lemah dan terbatas. Sebagaimana pendengaran, penglihatan dan kekuatan manusia itu terbatas, demikian pula dgn akalnya. Maka beriman kpd yg ghaib dan menyerah sepenuh kpd Allah ialah sesuatu yg niscaya.
3. Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah aqidah yg sejalan dgn fithrah dan logika yg benar, bebas dari syahwat dan syubhat.
4. Sanad bersambung kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabi’in dan para imam, baik dalam ucapan, peruntukan maupun keyakinan. Ciri ini banyak diakui oleh para penentangnya. Dan memang -Alhamdulillah- tdk ada suatu prinsip pun dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yg tdk memiliki dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah atau dari Salafus Shalih. Ini tentu berbeda dgn aqidah-aqidah bid’ah lainnya.
5. Ia ialah aqidah yg mudah dan terang, seterang matahari di siang bolong. Tidak ada yg rancu, masih samar-samar maupun yg sulit. Semua lafazh-lafazh dan makna jelas, bisa dipahami oleh orang alim maupun awam, anak kecil maupun dewasa. Ia ialah aqidah yg berdasar kpd Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah laksana makanan yg bermanfaat bagi segenap manusia. Bahkan seperti air yg bermanfaat bagi bayi yg menyusu, anak-anak, orang kuat maupun lemah.
6. Selamat dari kekacauan, kontradiksi dan kerancuan. Betapa tdk, ia ialah bersumber kpd wahyu yg tak mungkin datang kpd kebatilan, dari manapun datangnya. Dan kebenaran tdk mungkin kacau, rancu dan mengandung kontradiksi. Sebaliknya, sebagian membenarkan sebagian yg lain. Allah berfirman : “Kalau sekira Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendptkan pertentangan yg banyak di dalamnya” [An-Nisaa : 82]
7. Mungkin di dalam terdpt sesuatu yg mengandung perdebatan, tetapi tdk mungkin mengandung sesuatu yg mustahil. Dalam aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ada hal-hal yg di luar jangkauan akal, atau tdk mampu dipahami. Seperti seluruh masalah ghaib, adzab dan nikmat kubur, shirath, haudh (telaga), surga dan neraka, serta kaifiyah (penggambaran) sifat-sifat Allah. Akal manusia tdk mampu memahami atau mencapai berbagai persoalan di atas, tetapi tdk menganggap mustahil. Sebalik ia menyerah, patuh dan tunduk kpdnya. Sebab semua datang dari wahyu, yg tdk mungkin berdasarkan hawa nafsu.
8. Ia ialah aqidah yg universal, lengkap dan sesuai dgn setiap zaman, tempat, keadaan dan umat. Bahkan kehidupan ini tdk akan lurus kecuali dgnnya.
9. Ia ialah aqidah yg stabil, tetap dan kekal. Ia tetap teguh menghadapi berbagai benturan yg terus menerus dilancarkan musuh-musuh Islam, baik dari Yahudi, Nashrani, Majusi maupun yg lainnya. Ia ialah akidah yg kekal hingga hari kiamat. Ia akan dijaga oleh Allah sepanjang generasi. Tak akan terjadi penyimpangan, penambahan, pengurangan atau penggantian. Betapa tdk, krn Allah-lah yg menjamin penjagaan dan kekalannya. Ia tdk menyerahkan penjagaan itu kpd seorangpun dari mahluk-Nya, Alah berfirman : “Sesungguh Kamilah yg menurunkan Al-Qur’an dan Kamilah yg akan menjaganya”. [Al-Hijr : 9]
10. Ia ialah sebab ada pertolongan, kemenangan dan keteguhan. Hal itu krn ia ialah aqidah yg benar. Maka orang yg berpegang teguh kpd akan menang, berhasil dan ditolong. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yg membela kebenaran, yg tdk akan membahayakan mereka orang yg merendahkan mereka sampai datang keputusan Allah, dan mereka dalam keadaan demikian”. [Hadits Riwayat Muslim 3/1524]. Maka barangsiapa mengambil aqidah tersebut, niscaya Allah akan memuliakan dan barangsiapa meninggalkannya, niscaya Allah akan menghinakannya. Hal itu telah diketahui oleh setiap orang yg membaca sejarah. Sehingga, ketika umat Islam menjauhi agamanya, terjadilah apa yg terjadi, sebagaimana yg menimpa Andalusia (Spanyol) dan yg lain.
11. Ia mengangkat derajat para pengikutnya. Barangsiapa memegang teguh aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, semakin mendalami ilmu tentangnya, mengamalkan segala konsekwensinya, serta mendakwahkan kpd manusia, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya, meluaskan kemasyhura serta keutamaan akan tersebar, baik sebagai pribadi maupun jama’ah. Hal itu krn akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah akidah terbaik yg sesuai dgn segenap hati dan sebaik-baik yg diketahui akal. Ia menghasilkan berbagai pengetahuan yg bermanfaat dan akhlak yg tinggi.
12. Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah kapal keselamatan. Maka barangsiapa berpegang teguh dgnnya, niscaya akan selamat. Sebalik barangsiapa meninggalkannya, niscaya tenggelam dan binasa.
13. Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah aqidah kasih sayg dan persatuan. Karena, tdklah umat Islam itu bersatu dalam kalimat yg sama di berbagai masa dan tempat kecuali krn mereka berpegang teguh dgn aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebaliknya, mereka akan berpecah belah dan saling berselisih pendpt jika menjauh darinya.
14. Aqidah Ahlus Suannah wal Jama’ah ialah aqidah istimewa. Para pengikut ialah orang-orang istimewa, jalan mereka lurus dan tujuan-tujuan jelas.
15. Ia menjaga para pengikut dari bertindak tanpa petunjuk, mengacau dan sikap sia-sia. Manhaj mereka satu, prinsip mereka jelas, tetap dan tdk berubah. Karena itu para pengikut selamat dari mengikuti hawa nafsu, selamat dari bertindak tanpa petunjuk dalam soal wala’ wal bara’ (setia dan berlepas diri dari orang lain), kecintaan dan kebencian kpd orang lain. Sebaliknya, ia memberikan ukuran yg jelas, sehingga tdk akan keliru selamanya. Dengan demikian ia akan selamat dari perpecahan, bercerai berai dan kesia-siaan. Ia akan tahu kpd siapa hrs membenci, dan mengetahui pula hak serta kewajibannya
16. Ia akan memberikan ketenangan jiwa dan pikiran kpd pengikutnya. Jiwa tdk akan gelisah, tdk akan ada kekacauan dalam pikirannya. Sebab akidah ini menghubungkan antara orang mukmin dgn Tuhannya. Ia akan rela Allah sebagai Tuhan, Pencipta, Hakim dan Pemuntuk Syari’at. Maka hati akan merasa aman dgn takdir-Nya, dada akan lapang atas ketentuan-ketentuan hukum-Nya, dan pikiran akan jernih dgn mengetahui-Nya.
17. Tujuan dan amal pengikut aqidah ini mejadi selamat. Yakni selamat dari penyimpangan dalam beribadah. Ia tdk akan menyembah selain Allah dan akan mengharapkan kpd selain-Nya.
18. Ia akan mempengaruhi prilaku, akhlak dan mua’malah. Aqidah ini memerintahkan pengikut melakukan setiap kebaikan dan mencegah mereka melakukan setiap kejahatan. Ia memerintahkan keadilan dan berlaku lurus serta mencegah mereka dari kezhaliman dan penyimpangan.
19. Ia mendorong setiap pengikut bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam segala sesuatu.
20. Ia membangkitkan jiwa mukmin agar mengagungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab ia mengetahui bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah ialah haq, petunjuk dan rahmat, krn itu mereka mengagungkan dan berpegang teguh pada keduanya
21. Ia menjamin kehidupan yg mulia bagi pengikutnya. Di bawah naungan aqidah ini akan terwujud keamanan dan hidup mulia. Sebab ia tegak atas dasar iman kpd Allah dan kewajiban beribadah kpd-Nya, dan tdk kpd yg lain. Dan hal itu -dgn tdk diragukan lagi- menjadi sebab keamanan, kebaikan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Keamanan ialah sesuatu yg mengiringi iman. Maka, barangsiapa kehilangan iman, ia akan kehilangan keamanan. Allah berfirman : “Orang-orang yg beriman dan tdk mencampuradukkan iman mereka dgn kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yg mendpt keamanan dan mereka itulah orang-orang yg mendpt petunjuk”. [Al-An’am : 82]. Jadi orang-orang yg bertakwa dan beriman ialah mereka yg memiliki kemanan yg sempurna dan petunjuk yg sempurna pula, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, orang-orang musyrik dan pelaku maksiat ialah orang-orang yg selalu ketakutan. Mereka senantiasa diancam dgn berbagai siksaan di setiap saat.
22. Aqidah ini menghimpun semua kebutuhan ruh, hati dan jasmani.
23. Mengakui akal, tetapi membatasi perannya. Ia ialah aqidah yg menghormati akal yg lurus dan tdk mengingkari perannya. Jadi, Islam justru tdk rela jika seorang muslim memadamkan cahaya akalnya, lalu ha bertaklid buta dalam persoalan aqidah dan lainnya. Meskipun begitu, peran akal tetaplah terbatas.
24. Mengakui perasaan manusia dan membimbing pada jalan yg benar. Perasaan ialah sesuatu yg alami pada diri manusia dan tak seorangpun manusia yg tdk memilikinya. Aqidah ini ialah aqidah yg dinamis, tdk kaku dan beku, ia mengaku ada perasaan manusia serta menghormatinya, tetapi bukan berarti ia mengumbarnya. Sebalik ia meluruskan dan membimbing sehingga menjadi sarana perbaikan dan pembangunan, tdk sebagai alat perusak dan penghancur.
25. Ia menjamin untuk memberi jalan keluar setiap persoalan, baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan atau persoalan lainnya.
Dengan aqidah ini, Allah telah menyatukan hati umat Islam yg berpecah belah, hawa nafsu yg bercerai berai, mencukupkan setelah kemiskinan, mengajari ilmu setelah kebodohan, memberi penglihatan setelah buta, memberi makan dari kelaparan dan memberi mereka keamanan dari ketakutan.
D. Sebab – Sebab Nahdlatul Wathan Menganut Mazhab Ahlussunnah Wal Jamaah
1. sabda nabi besar Muhammad SAW yang di riwayatkan oleh muslim dan Al- Bukhari
yang artinya “ teteplah kalian beserta golongan terbesar. Allah tidak menghimpun ummat islam ini dalam kesesatan selama- lamanya dan pertolongan serta keadilan Allah di limpahkan kepada jama’ah maka orang – orang yang menjauhkan dirinya dari jama’ah adalah menuju api perselisihan, perpecahan, k ehinaan, di dunia dan azab Allah di akhirat.”
2. Faktasejarah mengatakan bahwa mayoritas ummat islam sedunia dari abad ke abad adalah ahlussunnah waljaah dan bermazhab dengan salah satu mazhab yang empat dari sejak lahir dan berkembangnya mazhab- mazhab itu
3. ummat islam di Indonesia sejak semula menganut faham ahlussunnah waljaah dan menganut mazhab syafii sejak mazhab syafi’I dating keindonesia.
4. imam – imam haazul hadis yang hafal beribu – ribu hadis yang di akui oleh kawan dan lawan akan keimaman, ketakwaan, dan keahlian mereka, serta karangan mereka menjadi pokok dan dasar penganut ummat islam sedunia sesudah Al- Qur’annul karim seperti imam bukhari, imam muslim, imam abu dawud, imam tarmizi dan lain- lain.
5. jamhur ulama’ ushul menandaskan bahwa orang yang sebelum sampai ilmunya ke tingat mujtahid mutlaq wajib bertaqlid kepada salah satu mazhab empat dalam masyalah furu’ sayari’ah.
6. fuqaha’ ahlussunnah waljaah menyatakan bahwa bermazhab bukan berarti membelakangi Al Qur’an dan haadits seperti tuduhan sementara orang.
7. sanjungan buat imam syafi’i
“ imam syafi’I ialah setepat- tepatnya
Memperoleh ilmu sebanyak – banyaknya
Quraisy memang asal – usulnya
Dan tuian rumah lebih mengetahui isi rumahnya”
8. mazhab syafii jika dilihat dari segi sumbernya dan dasarnya,lebih unggul di banding dengan mazhab- mazhab yang lain.
0 komentar :
Posting Komentar