Sabtu, 25 Desember 2010

0
Perilaku Homoseksual dipengaruhi oleh gen dan lingkungan secara acak

Hasil penelitian yang paling kokoh mengenai landasan genetik homoseksual adalah penelitian para ilmuan dari Sekolah Biologi dan Kimia Ratu Mary dan dari Institut Karolinska. Laporan mereka ditulis dalam jurnal Archives of Sexual Behavior,. Mereka menemukan kalau faktor lingkungan dan genetik, tergantung individunya, dan termasuk pula proses biologi seperti paparan hormon saat dalam rahim (eugenetik), menjadi penentu perilaku homoseksual.

Peneliti besar di bidang orientasi seksual dan juga ilmuan yang menemukan hal ini, Dr Qazi Rahman, menjelaskan kalau studi mereka meruntuhkan anggapan kalau homoseksual semata akibat pengaruh gen, atau kalau homoseksual hanya semata karena lingkungan. Mereka menemukan kalau kedua faktor ini secara kompleks mempengaruhi perilaku homoseksual tersebut. Dan ini bukan hanya berlaku pada homoseksual tapi juga berarti straight (heteroseksual).

Tim penelitian ini dipimpin oleh Dr Niklas Långström dari Institut Karolinska di Stockhlom. Mereka mempelajari survey dengan sampel seluruh populasi kembar dewasa berusia 20 – 47 tahun di Swedia. Baik itu kembar identik maupun non identik (fraternal). Dengan mempelajari orang kembar, kita bisa melihat langsung perbedaan diantara keduanya. Seorang Kembar identik memiliki gen dan lingkungan yang sama dengan saudara kembarnya. Sementara itu, kembar fraternal, hanya memiliki separuh gen saudara kembarnya maupun lingkungannya. Dengan demikian, kesamaan yang besar dalam sifat kembar identik dengan sifat kembar fraternal akan menunjukkan kalau hanya faktor genetik semata yang mempengaruhi sifat tersebut.
Studi ini mengamati 3826 saudara kembar gender sama (7652 individu). Mereka ditanya mengenai jumlah total pasangan romantis dari jenis kelamin yang sama dan berbeda yang pernah mereka miliki. Penemuan ini menunjukkan kalau 35 persen perbedaan antara pria dalam perilaku ketertarikan pada jenis kelamin yang sama, disebabkan oleh genetik.
Menurut Rahman, Genetik berpengaruh sekitar 35% atas perbedaan antara pria dalam perilaku homoseksual dan faktor lingkungan yang tergantung individunya (artinya bukan pengaruh sosial, keluarga atau pemeliharaan masa kecil) berpengaruh sebesar 64%. Dengan kata lain, bukan hanya karena gen seorang bisa menjadi homoseksual, tapi juga karena lingkungan ini.
Bagi wanita, faktor genetik berpengaruh sekitar 18 persen variasi perilaku seks sejenis, lingkungan non sosial sekitar 64 persen dan faktor keluarga sekitar 16 persen.
Studi ini menunjukkan kalau faktor yang paling mempengaruhi perilaku homoseksual bukanlah genetika maupun lingkungan, tetapi justru eugenetika. Artinya hal-hal yang mempengaruhi janin saat dalam kandungan! Lebih hebat lagi, ternyata lingkungan sama sekali tidak berpengaruh pada pria homoseksual.

Walau begitu, yang namanya penelitian ilmiah, tentu saja tidak bebas kritik dari ilmuan lainnya. Menurut Rahman sendiri penelitian ini lebih teliti mempelajari pria, namun kurang teliti pada wanita. Walau menurut Rahman penelitian mereka tidak memiliki bias, ilmuan lain berpendapat kalau penelitian ini bias, selain itu ada juga yang bilang kalau penelitian ini hanya berlaku untuk Swedia saja, belum tentu di Indonesia, misalnya.
Selain itu, penelitian ini juga mendapat dukungan. Ambil contoh Witelson et al. Dua tahun sebelumnya mereka sudah menemukan kalau genetika memang berpengaruh pada perilaku homoseksual pria. Jadi, penemuan Rahman bukanlah hal baru.
Penelitian lain yang lebih tua lagi oleh Kinnunen et al (2003) menemukan metabolisme otak ada pengaruhnya pada perilaku seksual pria. Walau metabolisme otak bisa disebabkan karena gen pembentuk otak ataupun bisa juga karena mengkonsumsi obat atau bahkan karena perilaku dalam kandungan, studi Rahman bisa menjelaskan hal ini. Kemungkinan metabolisme otak yang berbeda pada pria homoseksual disebabkan oleh pengaruh saat dalam kandungan.
Sementara itu, untuk wanita, homoseksual (lesbian) tampak memiliki perbedaan fisik dengan heteroseksual. Wanita homoseksual memiliki telinga dalam yang lebih lemah daya pantul suaranya dari pada wanita heteroseksual. Ini aneh, tapi memang begitu adanya. Siapa tau suatu saat kita bisa meletakkan alat di telinga untuk menunjukkan kalau kita lesbian atau tidak. Pasangan lesbian akan mudah menemukan jodohnya dengan cara ini. Berkat penemuan McFadden dan Pasanen (1997)
Mengenai kinerja bagaimana? Well, kalau anda bicara kinerja membayangkan secara visual seperti membaca peta, menurut hasil penelitian Maylor et al (2007) anda akan menemukan urutan dari yang terbaik ke yang terburuk adalah : pria heteroseksual, pria biseksual, pria homoseksual, wanita homoseksual, wanita biseksual, dan wanita heteroseksual. Ini bukti nyata kalau cewek jauh lebih sulit memahami peta daripada cowok.
Tampaknya otak homoseksual berbeda, karena kita tahu masalah pembayangan visual adalah masalah otak, tepatnya di kening dekat mata anda. Otak Homoseksual menjadi otak transisi antara pria dan wanita. Dan dugaan ini tepat sekali. Savic dan Linstrom (2008) memang menemukan demikian.
Bila transeksual ada yang membenci dirinya kenapa dilahirkan beda (transnegativitas), begitu juga homoseksual. Ada homoseksual yang membenci kalau dirinya homo, dan ini dinamakan homonegativitas. Para peneliti telah menemukan kalau homonegativitas pria ada hubungannya dengan kerentanan orang tersebut pada penyakit. Jika anda homo dan tidak suka anda homo, maka anda mungkin memiliki fisik lebih rentan penyakit, begitu hasil penelitian Rosser et al (2008)
Tapi, jangan kecil hati dulu. Hughes et al (2009) justru menemukan fakta kalau HIV-AIDS lebih cepat berjangkit pada pria heteroseksual daripada homoseksual. Entah bagaimana, homoseksual lebih sulit dihinggapi penyakit ini. Well, paling tidak di Inggris. Homoseksual inggris lebih hati-hati dari pada heteroseksualnya.
Dan perbandingan antara gay kidal dengan semua gay, serta perbandingan lesbian kidal di antara semua lesbian, lebih besar secara signifikan, daripada perbandingan heteroseksual kidal di antara semua heteroseksual (Lalumiere et al, 2000). Well, seperti anda tahu kalau orang kidal banyak yang pintar, berarti kalau kamu lesbian atau gay, bisa jadi anda juga kidal. Dan bisa jadi anda pintar secara akademis.
Dan homoseksual bukan hanya pada manusia, tapi bahkan lalat buah! Jangan tanya kalau homoseksual di kalangan simpanse lagi. Penelitian Augustin et al (2007) pada lalat homoseksual menunjukkan kalau homoseksual mereka dipengaruhi oleh gen yang mempengaruhi kekuatan syaraf. Para ilmuan bahkan bisa merekayasa gen ini yang membuat mereka mampu menentukan apakah anak lalat itu kelak homoseksual atau bukan.
(sumber: http://www.faktailmiah.com)

0 komentar :

Posting Komentar

Berita di BEM STKIP Hamzanwadi Selong

Berita dan Fakta Ilmiah Harian

 
HMPS Pendidikan Biologi STKIP Hamzanwadi Selong | © 2010 by derajad | Supported by duaderajad & Free Themes