Kamis, 01 Desember 2011

0
Pengolahan Nilai


1.      Beberapa Skala Penilaian
a.      Skala bebas
Ani, seorang pelajar di suatu SMU, pada suatu hari berlari – lari kegirangan setelah menerima kembali kertas ulangan dari Guru Matematika. Pada sudut kertas itu tertulis angka 10, yaitu angkayang diperoleh Ani dengan ulangan itu.  Setekah tiba diluar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan – kawannya. Ternyata cara mengerjakan dan pendapatnya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak yakin mana yang betul. Oleh karena itu, ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu – sipu. Rupanya ia menyadari kebodohannya karena setelah melihat angkayang diperoleh keempat orang kawannya, ternyata kepunyaan Anil ah yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15, 20 bahkan ada yang25.Dan kata Guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka25 itulah yang betul.
Dari gambaran ini tampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang satu pengertian  bahwa angka10 adalah angka tertinggi yang mungkin dicapai, ini memang lazim.
Cara pemberian angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah terbiasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap. Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dan skala yang digunakan tidak selalu sama.
Jadi, skala penilaian dengan skala bebas yaitu menggunakan angka yang tidak pasti dalam arti bahwa penilaian dengan skala tersebut menggunakan angka yang langsung sehingga siswa akan mempunyai penafsiran yang berbeda jika guru tidak menjelaskan skala yang digunakan tersebut.  
b.      Skala 1 – 10
Apa sebab Ani dan kawan – kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka tertinggi untuk nilai ? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru – gurudi Indonesia mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswadalam rapor. Adakalanya juga digunakan skala 1-100, sehingga memungkinkan bagi guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10 guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampir1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
c.       Skala 1 – 100
Memang di seyogiakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1- 10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada di antara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1 – 100, memungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalan skala 1 – 10 yang biasanya dibulatkan mejadi 6, dalam skala 1 – 100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64
d.      Skala huruf
Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf A, B, C, D, E ( ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada umumnya 5 huruf ini). Sebenarnya sebutan “skala” diatas ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara hruuf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau anatar C dan D.
Dalam menggunakan angak dapat dibuktkan dengan garis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama denga jarak antara 2 dan 3. Demikian pula jaran antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5.
Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilain. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunya 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan symbol yang menunjukan urutan tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi, dalam tingkatan prestasi sejarah urutannya adalah C, A, lalu B.
Huruf terdapat dalam urutan abjad. Penggunaan huruf dalam penilaian akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kualitas.
Memang di seyogiakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1- 10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada di antara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1 – 100, memungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalan skala 1 – 10 yang biasanya dibulatkan mejadi 6, dalam skala 1 – 100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64
 
2.      Distribusi Nilai

Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa – siswanya dalam suatu kelas didasarkan pada dua macam standar, yaitu :

a.      Distribusi nilai berdasarkan standar mutlak
Dengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibandingkan dengan sebuah standar mutlak atau dalam hal ini skor tertinggi yang diharapkan, maka tingkat penguasaan siswa akan terlihat dalam berbagai bentuk kurva. Apabila soal – soal ulangan yang dibaut oleh guru sangat mudah, dan tingakt pencapainnya tinggi. Sebagian besar siswa akan memiliki nilai sekitar 8, 9 atau 10 apabila telah diubah ke skala 10. Sebaliknya maka pencapaian siswa akan sebaliknya pula.
Gambaran prsetasi siswa jika soal – soal ulangan yang disusun oleh guru sangat mudah. Disebut kurva juling negatif karena ekornya di kiri
Gambaran prsetasi siswa jika soal – soal ulangan yang disusun oleh guru terlalu sukar. Disebut kurva juling positif karena ekornya di kanan

b.      Distribusi nilai berdasarkan standar relative
Telah diterangkan di depan bahwa dalam menggunakan standar relative ataunorm- referenced, kedudukan seorang selalu dibandingkan dengan kawan – kawannya  dalam kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor terletak dalam kurva juling positif atau juling negative tetapi dalam norm – referenced selalu tergambar dalam kurva normal Ubahan nilai dar skor – skor yang megumpul di bawah atau diatas.
c.       Distribusi nilai ekstrim
Distribusi Nilai Ekstrim merupakan distribusi peluang kontinu yang terdiri dari tiga tipe, yaitu distribusi Nilai Ekstrim tipe-I, tipe-II, dan tipe-III. Distribusi ini menggunakan tiga parameter, yaitu parameter bentuk (α), parameter skala (β), dan parameter lokasi (μ). Tujuan penulisan skripsi ini adalah menjelaskan mengenai sifat-sifat peluang ketiga tipe distribusi Nilai Ekstrim, serta kemiringan (skewness), keruncingan (kurtosis), metode penaksir momen, dan contoh penerapan untuk distribusi Nilai Ekstrim tipe-I. Pembuktian sifat-sifat distribusi Nilai Ekstrim menggunakan definisi dan teorema yang mendukung. Selain itu, digunakan konstanta Euler-Mascheroni (γ) untuk mencari nilai harapan dari distribusi Nilai Ekstrim tipe-I dan konstanta Apery (δ(3)) untuk mencari nilai kemiringan dari distribusi Nilai Ekstrim tipe-I. Pembahasan dalam skripsi ini menghasilkan bentuk fungsi kepadatan peluang, fungsi distribusi kumulatif, nilai harapan, variansi, momen, fungsi pembangkit momen, dan fungsi karakteristik ketiga tipe distribusi Nilai Ekstrim. Kemiringan (skewness), keruncingan (kurtosis), dan penaksir momen diturunkan untuk distribusi Nilai Ekstrim tipe-I. Penerapan dari distribusi Nilai Ekstrim tipe-I dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecepatan angin terhadap kestabilan pesawat pengangkut modern dan diperoleh hasil bahwa pesawat akan mengudara dengan lebih stabil saat kecepatan angin 12 km/jam.

3.      Standar Nilai
Pendapat groundlund ini dalam distribusi demikian. Skor-skor siswa di rentangkan menjadi 9 nilai (disebut juga standar nines atau staines). Dengan adanya persentase yang di tentukan maka situasi skor siswa dapat direntangkan menjadi nilai 1-9 diatas. Seperti berikut ini :

Stanines
Interpretasi
9            (4%)
Tinggi  (4%)
8             (7%)
7             (12%)

Diatas rata-rata (19%)
6             (17%)
5             (20%)  
4            (17%)

Rata-rata (54%)
3             (12%)  
2             (7%)

Dibawah rata-rata (19%)
1              (4%)
Rendah (4%)

Misalnya kita memiliki skor-skor seperti disebutkan dalam hasil ulangan kelas V Ips dengan mudah dapat kita tentukan 4 % dari siswa yang mendapat nilai 9, selanjutnya 7 % mendapat nilai 8,12 % mendapat nilai 7,17 % mendapat nilai 6 dan seterusnya.
Selain dengan standar 9 (stanines), adapula yang menggunakan satandar 6. Dalam hal ini, hanya berkisar antara 4 sampai 9 , yaitu nilai-nilai 4,5,6,7,8 dan 9. Persentase penyebaran nilai dengan standar enam adalah sebagai berikut :


Standar Enam
Interpretasi
9 (5%)
Baik sekali
8 (10 %)
Baik
7 (20%)
Lebih dari cukup
6 (40%)
Cukup
5 (20%)
Kurang
4 (5%)
Kurang sekali

Dari proyek perintis sekolah pebangunan (PPSP)juga pernah digunakan standar enam dalam penilaian. Angka ynag di gunakannya sama, yaitu rentangan 4-9, akan tetapi persentase ynag diambil untuk tiap-tiap nilai tidak sama. Hal ini disebabkan karena di PPSP digunakan prinsip belajar tuntas sehingga dengan berbagai metode. Para siswa diharapkan dapat menguasai bahan sekurang-kurangnya 75% atau dengan perkataan lain setiap siswa diharapkan dapat mencapai sekurang-kurangnya 75% tujuan instruksional khusus yang ditentukan.
Penyebaran nilai dengan standar 6 yang dimaksud adalah sbb:
10% siswa yang mendapatkan nilai tertinggi diberi nilai 9
20% dibawahnya diberi 8
40% dibawahnya diberi 7      
20% dibawahnya diberi 6
5% dibawahnya diberi 5
5% dibawahnya diberi 4
Dalam hal yang sangat khusus dimana siswa yang dianggap sangat cerdas ataupun sangat kurang, dapat diberikan nilai 10 atau 3.
Untuk menentukan siswa yang mendapat nilai, diambil dari nilai gabungan antara nilai tes formatif dan tes sumatif. Penyimpangan yang mungkin terjadi adalah apabila nilai-nilai yang diperoleh mengelompok diatas atau dibawah. Sehubungan dengan ini di keluarkan dua ketentuan:
1.      Jika nilai gabungan formatif dan sumatif hanya berkisar antara 60-100,maka daerah nilai dari 4 s.d 9 diubah menjadi 6,5 s,d 9, dengan urutan sebagai berikut 6,5;7;;7,5;8;8,5; 9.
2.      Jika nilai gabungan formatif dan sumatif hanya 59 kebawah, maka daerah nilai dari 4 s.d 9 diatas diubah menjadi 4 s.d 6,5 dengan urutan sbb : 4;4,5; 5;5,5; 6; 6,5;.
a.      Standar eleven (Stanel)
Dengan stanel ini, system penilaian membagi skala menjadi 11 golongan, yaitu angka – angka 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, yanga satu sama lain berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati interval sebesar 0,55 SD bertitik tolak dari mean =5 yang menmpati jarak anatara – 0,275 SD sampai +0,275 SD. Seluruh jarak yang digunakan adalah dari -3,025 SD sampai +3,025 SD.
Bilangan-bilangan persentil untuk menentukan titik dalam stanel ini adalah : P1, P3,P8, P21,P39, P61,P79, P92, P97, dan P99. Bagaimana menentukan P1, P3, P8, dan seterusnya.
Dasar pikiran untuk stanel ini adalah bahwa jarak praktis dalam kurva normal adalah 6 SD yang terbagi atas 11 skala.
11 skala = 6 SD
1 skala             =            6
            11
=   0,55 SD
b.      Standar sepuluh
Didalam buku pedoman penilaian (buku III B seri kurikulum SMA tahun 1975) ditentukan bahwa untuk mengolah hasil tes, digunakna standar relative, dengan nilai berskala 1-10. Untuk mengubah skor menjadi nilai, diperlukan dahulu :
a)      Mean (rata-rata skor)
b)      Deviasi standar (simpangan baku)
c)      Table konversi angka ke dalam nilai berskala 1-10
Tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1-10 adalah sbb :
1)      Menyusun distribusi frekuensi dari angka –angka atau skor-skor mentah.
2)      Menghitung rata-rata skor (mean)
3)      Menghitung deviaso standar atau standar deviasi
4)      Mentransformasi (mengubah) angka-angka mentah kedalam nilai berskala 1-10
c.       Standar lima
Gronlund selain ia mengemukakan penyebaran nilai dengan angka , juga mengemukakan penyebaran nilai dengan huruf yang digambarkan dengan kurva normal. Gronlund tidak mengemukakan huruf E tetapi huruf F singkatan dari fail (gagal). Selanjutnya dikatakan oleh gronlund ; Rentangan persentase ini hanya berlaku bagi populasi yang sangat heterogen. Apabila populasi telah terseleksi akibat kenaikan kelas atau pindah ketingkat sekolah yang lebih tinggi, maka golongan F yang ada diekor kiri akan berkurang sehingga distribusi tersebut menjadi :
A --- 10 sampai 20 persen
B --- 20 sampai 30 persen
C --- 40 sampai 50 persen
D --- 10 sampai 20 persen
E --- 0 sampai 10 persen

1.      Pengolahan Dan Penafsiran Skor
Apa yang telah dicapai oleh siswa berupa skor mentah sebab skor itu diperoleh dari hasil koreksi atas jawaban siswa. Artinya, skor itu belum mempunyai makna apa pun sebelum diolah lebih lanjut. Agar skor siswa bermakna, maka diperlukan pengolahan lebih lanjut sehingga skor siswa bermakna nilai. Baik berupa nilai kualiatatif maupun nilai kuantitatif.

a.      Perbedaan skor dengan nilai
Skor adalah hasil tahap pengukuran berupa angka kuantitas yang masih memerlukan pengolahan karena belum berupa hasil final dari suatu tes skor tanpa diolah atau ditafsirkan, maka belum memiliki arti apa-apa mengenai status/kualitas bagi pemilik skor tersebut.
Sedangkan nilai adalah tahap penilaian, yang ditujukan terhadap skor. Nilai berupa hasil final suatu tes, baik dalam bentuk nilai kuantitatif (angka) maupun nilai kualitatif. Nilai sudah memberikan arti bagi pemilik nilai tersebut.
contoh berikut :
Dari suatu tes Amir memperoleh skor 60. Angka ini belum memberikann arti apa-apa kepada kita. Apakah Amir termasuk anak pandai atau bodoh, lulus atau tidak lulus? Atau pada tes lain Amir memperoleh skor 80. Angka tes kedua ini, walau lebih tinggi dari angka tes pertama, belum tentu menunjukan bahwa Amir lebih pintar dari tes pertama. Untuk itu diperlukan pengolahan terhadap skor siswa agar menjadi nilai.
Pengolahan skor menjadi nilai dalam pengajaran banyak teknik yang dapat digunakannya. Teknik/ pendekatan/orientasi/ metode dalam penafsiran skor yang dikenal adalah :
1.      Penilaian Acuan Patokan (PAN) atau Criterion Referenced Evaluation  (CRE)
2.      Penilaian Acuan Norma (PAP) atau Norm Referenced Evaluation(NRE)
3.      Pendekatan gabungan PAN-PAP Pembanding Skor Ideal

b.      Pengolahan Skor dengan pendekatan Acuan Patokan (PAP)
Pengolahan skor menjadi nilai dengan PAP dilakukan dengan menempuh langkah-langkah berikut :
1)      Menggabungkan skor dari berbagai sumber penilaian
Yaitu untuk memperoleh skor akhir. Misalnya, nilai Formatif 1, F2, dan F3, Rata-rata Tugas dan Ulangan Akhir. Perhitungan dilakukan sesuai dengan bobot tiap sumber skor tersebut.  Bila tiap sumber skor tersebut tidak menggunakan standard yang sama,   maka skor harus disamakan terlebih dahulu. Rumus yang digunakan :
Keterangan :
STI = Skor Total Ideal
Misalnya Ani memperoleh skor sebagai berikut :
a) F1 = 48 dan STI 60
b) F2 = 70 dari STI 100
c)Rata-rata tugas (T) = 70 dari STI 100
d) Ulangan Akhir (UA) = 49 dan STI 70
Berikut adalah perhitungannya :
a)F1 = 48 x 100 = 80
b)F2 = 70 x 100 = 70
c)T = 70 x 100 = 70
d)UA = 49 x 100 = 70
Skor di atas digabungkan untuk menentukan skor akhir (SA) dengan rumus :
A Jadi skor Akhir Ani = 80+70+70+(2x70) = 72 Atau dengan rumus di bawah ini:
Keterangan:
SA = Skor Akhir
T = Skor tugas/rata-rata
RF = Rata-rata Formatif
UA = Ulangan Akhir/sumatif
Dengan rumus tersebut Skor Akhir Ani :
Hitunglah terlebih dahulu rata-rata formatif, setelah itu hitunglah skor akhirnya. Rumus rata-rata formatif : RF = f1 + f2 = 80 + 70 = 150 = 75
SA = 75 + 70 + (2x70) = 285 = 71,25 = 7
Menghitung skor minimum penguasaan tuntas  Yaitu dengan menetapkan persentase batas minimal penguasaan  (BMP), misalnya ditentukan terlebih dahulu 60%. Rumusnya : BMP x STI
Selanjutnya, tetapkan batas minimal toleransi (BMT) untuk menentukan  batas bawah. Misalnya 55% x STI  Perhitungan BMP dan BMT
Bila STI-nya 100, maka
BMP = 60% x 100 = 60 (6)
BMT = 55% X 100 = 55 (5,5)
  1. Menentukan tabel konversi nilai
Misalnya menggunakan persentase atau skala/ rentang nilai Rentang Skor Nilai  Perhitungan atas siswa yang bernama Ani di atas adalah :  Skor Akhir Ani ( lihat skor akhir ) 71, maka Ani memperoleh nilai 7. Sebab, Skor Akhir Ani berada pada rentang skor 66-75 (urutan keempat pada tabel di atas).
3. Pengolahan skor dengan Pendekatan Acuan patokan Norma (PAN)
Pengolahan skor dengan pendekatan PAN mengharuskan kita menghitungnyan dengan statistik. Perhitungan dilakukan atas skor akhir siswa (lihat langkah ke 1 pada pengolahan PAP). Kemudian lakukan langkah-langkah berikut :
a)       Menghitung Distribusi Angka (Da)/Rata-rata Hitung(RH)/ Range Of  Score/\ Rentang skor (R)/ dengan rumus : R= Skor Tertinggi – Skor  Terendah
b)       Menentukan kelompok Nilai/ kelas Interval (Ki)/ Interval Duga (RD). Dengan Rumus sebagai berikut : Ki = R + 1

0 komentar :

Posting Komentar

Berita di BEM STKIP Hamzanwadi Selong

Berita dan Fakta Ilmiah Harian

 
HMPS Pendidikan Biologi STKIP Hamzanwadi Selong | © 2010 by derajad | Supported by duaderajad & Free Themes