Ani Purwati dan Lutfiyah Hanim
02 Apr 2009
Bulan Januari 2009 lalu, Insist press menerbitkan buku berjudul Rekayasa Genetik: Impian atau Petaka. Buku yang diterjemahkan dari buku berjudul Genetic Engineering: Dream or Nightmare? The Brave New World of Bad Science and Big Business yang ditulis oleh Dr. Mae-Wan-Ho. Kami mengutipnya di bawah ini. Buku tersebut bisa diperoleh di toko-toko buku atau melalui Insist Press Jln. Ganesha II No.9, Muja-Muju, Yogyakarta 55165, Tlp./Fakx. 0274-556433.
Anda mungkin pernah mendengar tentang rekayasa genetik, teknologi yang memungkinkan dilakukannya modifikasi genetik. Pada tahun 1997, orang-orang biasa dikejutkan oleh rekayasa genetik yang telah mengambil alih semua aspek kehidupan sehari-hari. Berbagai produk rekayasa genetik begitu deras mengalir di pasaran mulai dari minyak biji kanola, kedelai, jagung, bit manis, ketimun dan masih banyak yang lainnya.
Masyarakat pun terbuai dalam rasa aman yang semu, mereka percaya ilmuwan dan ahli terbaik bioteknologi modern itu sungguh-sungguh memperhatikan risiko produk-produknya tersebut. Berbagai pamflet indah industri bioteknologi disebarkan. Mereka menyatakan keunggulan modifikasi genetik jauh lebih akurat karena gen-gen dapat diisolasikan satu-satu dan dipindahkan sesuai keinginan. Teknologi itu juga menjanjikan pangan bagi mereka yang kelaparan, dengan modifikasi tanaman secara genetis agar tahan hama dan penyakit serta meningkatkan panenan. Selain itu juga menjanjikan modifikasi galur bakteri dan tumbuhan tinggi agar dapat menguraikan limbah beracun atau membersihkan logam berat dari lingkungan.
Akhirnya produk-produk itupun memicu perdebatan dan pertentangan. Serangkaian konferensi untuk mencapai konsensus dan konsultasi publik untuk menanggapi kekhawatiran masyarakat diadakan. Beberapa komisipun dibentuk di banyak negara Eropa untuk membahas risiko dan etika produk rekayasa genetik itu.
Di tengah-tengah propaganda korporasi dan kampanye disinformasi serta penekanan informasi yang dibantu serta ditingkatkan oleh lembaga akademik tersebut, penulis sebagai guru besar Genetika sejak 1976 dan reader dalam Biologi sejak 1985 di Open University, Inggris, mencoba menghadirkan buku ini untuk memberi informasi yang sejujurnya kepada masyarakat.
Dr. Ho dalam buku yang aslinya diterbitkan pada 1997 mengatakan bahwa kegagalan dan bahaya bioteknologi rekayasa genetik yang ditonjolkan penulis dalam buku ini telah terbukti. Kampanye bersama untuk membantah, disinformasi dan penekanan mencapai puncak, baru saat ilmu buruk dan bisnis besar menjadi semakin terikat dan akrab. Tetapi perlawanan di seluruh dunia juga menguat, terutama menyangkut tanaman hasil rekayasa genetik atau transgenik.
Seratus tujuhpuluh dua kawasan dan provinsi di Eropa telah menyatakan dirinya Zona Bebas Transgenik (GM Free Zone). Lebih dari 4.500 pemerintah daerah dan kawasan lebih kecil di Eropa juga meminta pembatasan terhadap penanaman transgenik komersial. Inisiatif bebas transgenik muncul di setiap negara di Eropa.
Sementara itu pemanasan global semakin cepat dan bahan bakar fosil serta air menipis dengan cepat akibat eksploitasi sumberdaya bumi secara tidak berkelanjutan selama bertahun-tahun. Masalah paling mendesak saat ini adalah bagaimana kita bisa memberi makan diri sendiri saat air dan bahan bakar fosil habis.
Penulis mengatakan bahwa kita perlu membuat sistem pangan berkelanjutan dengan kecepatan “armada perang” untuk menyapih pertanian industrial dari ketergantungan berat pada air dan bahan bakar fosil. Dalam hal ini, tanaman transgenik lebih buruk; tanaman itu adalah batu penghalang dan jalan menuju bencana untuk pertanian dan ketahanan pangan dunia.
Setelah mendapatkan bukti dari semua prediksi tentang masalah dan kegagalan rekayasa genetik, Mae Wan Ho, merasa tidak mendapat kepuasan, hanya kegelisahan dan rasa putus asa melihat bantahan dan pengabaian atas bukti itu yang terus menerus dilakukan para penegak peraturan kita. Dalam hal tanaman transgenik, ini jelas merupakan kecerobohan besar di pihak mereka.
Padahal penulis dan teman-temannya terutama Joe Cummins sudah memperbarui bukti-bukti tersebut, pertama dalam edisi khusus Third World Resurgence on Biomedics: Misguided and Risky Panacea, pada 2001, kemudian dalam Laporan Independent Science Panel Report, the Case for A GM-Free Sustainable World, dan di buku penulis berjudu Living with the Fluid Genome, keduanya diterbitkan pada 2003. Sejak itu lebih banyak bukti mulai terungkap, dan memenuhi halaman bulletin yang diterbitkan oleh Institute of Science in Society (ISIS) yang didirikannya pada 1999. Penulis menyampaikan informasi baru tersebut secara ringkas seperti berikut ini.
Rekayasa genetik memang telah gagal dari semua aspek, revolusi biotek belum terlihat saat ini walaupun pembohongan tetap berlangsung. Tanaman transgenik bukan saja tidak berguna tetapi juga berbahaya bagi kesehatan dan tidak baik untuk lingkungan, seperti yang diperkirakan buku ini. Ada bukti lebih jauh bahwa varietas transgenik tidak stabil secara genetik, sehingga pengendalian mutunya tidak mungkin dilakukan.
Ilmuwan Perancis yang diikuti ilmuwan Belgia menemukan bahwa DNA asing yang disisipkan ke dalam semua varietas transgenik yang diijinkan secara komersial di Eropa hingga 2003 bercampur dan mengatur diri kembali, sehingga berbeda dari kondisi awal yang diuraikan oleh perusahaan. Berdasarkan peraturan Eropa untuk pelepasan sengaja, yang mensyaratkan adanya kestabilan genetik, kondisi ini seharusnya membuat tanaman transgenik ilegal.
Hingga kini masih belum ada bukti bahwa varietas transgenik tetap stabil secara genetik pada generasi berikutnya. Dan uji deteksi untuk kontaminasi benih dan produk non-transgenik terlilit kontroversi karena hal itu. Walaupun sering ditentang oleh anggota negara Uni Eropa (UE) dan tidak ada pasarnya di UE, lebih banyak tanaman dan produk transgenik yang telah dijinkan untuk dilepas. Pada April 2006, Komisi Eropa menuduh lembaga pengatur keamanan pangannya sendiri sebagai “bias pada transgenik” dan memberlakukan perubahan luas dalam proses perijinan.
Sementara itu, Dolly domba hasil cloning harus dibiarkan mati dini pada umur enam tahun, karena sakit berat yang disebabkan prosedur cloning transplantasi nukleus, dimana inti (nukleus) dari sebuah sel dewasa disuntikkan ke dalam sebuah telur yang intinya sudah diambil. Banyak sekali kegagalan dan kengerian yang didokumentasikan dalam spesies lain. Pada dasarnya ini adalah akhir dari pharming hewan, yaitu memodifikasi hewan secara genetik guna menghasilkan bahan farmasi, kemudian mengklon hewan transgenik untuk menghasilkan kelompok elit identik yang menghasilkan bahan farmasi pada skala komersial.
Ini adalah juga akhir dari xenotransplantasi, yaitu penggunaan hewan transgenik untuk mengganti organ dan jaringan. Kloning mulai dilakukan karena tidak mungkin membuat hewan transgenik mereproduksi sifat-sifat yang diinginkan, hewan itu mandul dan atau tidak stabil secara genetik. Tetapi sejak awal, para ilmuwan termasuk Joe Cummins dan penulis telah memperingatkan akan bahaya penciptaan dan penyebaran virus baru melalui prosedur transplantasi lintas species yang berbahaya ini.
Beberapa tulisan ilmiah yang diterbitkan juga telah mendokumentasikan bahwa sejak 1992, paling tidak 16 pasien meninggal saat atau setelah percobaan xenotransplantasi, tetapi kematian itu dikatakan disebabkan oleh kondisi medis sebelumnya, bukan karena xenotransplantasi.
Penulis juga telah memperingatkan akan maraknya pemberian paten atas gen dan dampaknya ketika sekuens genom padi pertama kali diumumkan pada 2002. Tetapi penulis tidak menyangka skala dan cakupan paten yang demikian luas seperti yang diminta Syngenta. Pada Agustus 2005, Syngenta, sebuah perusahaan biotek raksasa mengungkapkan bahwa mereka telah memohon apliksi 15 paten global atas hampir 30.000 urutan gen dari padi (dari total 37.544 urutan). Memberikan paten seperti itu akan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan melegitimasi pencurian sumberdaya genetik yang menyediakan pangan dan nafkah bagi miliaran orang termiskin di dunia.
Link : http://www.beritabumi.or.id/?g=liatinfo&infoID=ID0024&ikey=3
02 Apr 2009
Bulan Januari 2009 lalu, Insist press menerbitkan buku berjudul Rekayasa Genetik: Impian atau Petaka. Buku yang diterjemahkan dari buku berjudul Genetic Engineering: Dream or Nightmare? The Brave New World of Bad Science and Big Business yang ditulis oleh Dr. Mae-Wan-Ho. Kami mengutipnya di bawah ini. Buku tersebut bisa diperoleh di toko-toko buku atau melalui Insist Press Jln. Ganesha II No.9, Muja-Muju, Yogyakarta 55165, Tlp./Fakx. 0274-556433.
Anda mungkin pernah mendengar tentang rekayasa genetik, teknologi yang memungkinkan dilakukannya modifikasi genetik. Pada tahun 1997, orang-orang biasa dikejutkan oleh rekayasa genetik yang telah mengambil alih semua aspek kehidupan sehari-hari. Berbagai produk rekayasa genetik begitu deras mengalir di pasaran mulai dari minyak biji kanola, kedelai, jagung, bit manis, ketimun dan masih banyak yang lainnya.
Masyarakat pun terbuai dalam rasa aman yang semu, mereka percaya ilmuwan dan ahli terbaik bioteknologi modern itu sungguh-sungguh memperhatikan risiko produk-produknya tersebut. Berbagai pamflet indah industri bioteknologi disebarkan. Mereka menyatakan keunggulan modifikasi genetik jauh lebih akurat karena gen-gen dapat diisolasikan satu-satu dan dipindahkan sesuai keinginan. Teknologi itu juga menjanjikan pangan bagi mereka yang kelaparan, dengan modifikasi tanaman secara genetis agar tahan hama dan penyakit serta meningkatkan panenan. Selain itu juga menjanjikan modifikasi galur bakteri dan tumbuhan tinggi agar dapat menguraikan limbah beracun atau membersihkan logam berat dari lingkungan.
Akhirnya produk-produk itupun memicu perdebatan dan pertentangan. Serangkaian konferensi untuk mencapai konsensus dan konsultasi publik untuk menanggapi kekhawatiran masyarakat diadakan. Beberapa komisipun dibentuk di banyak negara Eropa untuk membahas risiko dan etika produk rekayasa genetik itu.
Di tengah-tengah propaganda korporasi dan kampanye disinformasi serta penekanan informasi yang dibantu serta ditingkatkan oleh lembaga akademik tersebut, penulis sebagai guru besar Genetika sejak 1976 dan reader dalam Biologi sejak 1985 di Open University, Inggris, mencoba menghadirkan buku ini untuk memberi informasi yang sejujurnya kepada masyarakat.
Dr. Ho dalam buku yang aslinya diterbitkan pada 1997 mengatakan bahwa kegagalan dan bahaya bioteknologi rekayasa genetik yang ditonjolkan penulis dalam buku ini telah terbukti. Kampanye bersama untuk membantah, disinformasi dan penekanan mencapai puncak, baru saat ilmu buruk dan bisnis besar menjadi semakin terikat dan akrab. Tetapi perlawanan di seluruh dunia juga menguat, terutama menyangkut tanaman hasil rekayasa genetik atau transgenik.
Seratus tujuhpuluh dua kawasan dan provinsi di Eropa telah menyatakan dirinya Zona Bebas Transgenik (GM Free Zone). Lebih dari 4.500 pemerintah daerah dan kawasan lebih kecil di Eropa juga meminta pembatasan terhadap penanaman transgenik komersial. Inisiatif bebas transgenik muncul di setiap negara di Eropa.
Sementara itu pemanasan global semakin cepat dan bahan bakar fosil serta air menipis dengan cepat akibat eksploitasi sumberdaya bumi secara tidak berkelanjutan selama bertahun-tahun. Masalah paling mendesak saat ini adalah bagaimana kita bisa memberi makan diri sendiri saat air dan bahan bakar fosil habis.
Penulis mengatakan bahwa kita perlu membuat sistem pangan berkelanjutan dengan kecepatan “armada perang” untuk menyapih pertanian industrial dari ketergantungan berat pada air dan bahan bakar fosil. Dalam hal ini, tanaman transgenik lebih buruk; tanaman itu adalah batu penghalang dan jalan menuju bencana untuk pertanian dan ketahanan pangan dunia.
Setelah mendapatkan bukti dari semua prediksi tentang masalah dan kegagalan rekayasa genetik, Mae Wan Ho, merasa tidak mendapat kepuasan, hanya kegelisahan dan rasa putus asa melihat bantahan dan pengabaian atas bukti itu yang terus menerus dilakukan para penegak peraturan kita. Dalam hal tanaman transgenik, ini jelas merupakan kecerobohan besar di pihak mereka.
Padahal penulis dan teman-temannya terutama Joe Cummins sudah memperbarui bukti-bukti tersebut, pertama dalam edisi khusus Third World Resurgence on Biomedics: Misguided and Risky Panacea, pada 2001, kemudian dalam Laporan Independent Science Panel Report, the Case for A GM-Free Sustainable World, dan di buku penulis berjudu Living with the Fluid Genome, keduanya diterbitkan pada 2003. Sejak itu lebih banyak bukti mulai terungkap, dan memenuhi halaman bulletin yang diterbitkan oleh Institute of Science in Society (ISIS) yang didirikannya pada 1999. Penulis menyampaikan informasi baru tersebut secara ringkas seperti berikut ini.
Rekayasa genetik memang telah gagal dari semua aspek, revolusi biotek belum terlihat saat ini walaupun pembohongan tetap berlangsung. Tanaman transgenik bukan saja tidak berguna tetapi juga berbahaya bagi kesehatan dan tidak baik untuk lingkungan, seperti yang diperkirakan buku ini. Ada bukti lebih jauh bahwa varietas transgenik tidak stabil secara genetik, sehingga pengendalian mutunya tidak mungkin dilakukan.
Ilmuwan Perancis yang diikuti ilmuwan Belgia menemukan bahwa DNA asing yang disisipkan ke dalam semua varietas transgenik yang diijinkan secara komersial di Eropa hingga 2003 bercampur dan mengatur diri kembali, sehingga berbeda dari kondisi awal yang diuraikan oleh perusahaan. Berdasarkan peraturan Eropa untuk pelepasan sengaja, yang mensyaratkan adanya kestabilan genetik, kondisi ini seharusnya membuat tanaman transgenik ilegal.
Hingga kini masih belum ada bukti bahwa varietas transgenik tetap stabil secara genetik pada generasi berikutnya. Dan uji deteksi untuk kontaminasi benih dan produk non-transgenik terlilit kontroversi karena hal itu. Walaupun sering ditentang oleh anggota negara Uni Eropa (UE) dan tidak ada pasarnya di UE, lebih banyak tanaman dan produk transgenik yang telah dijinkan untuk dilepas. Pada April 2006, Komisi Eropa menuduh lembaga pengatur keamanan pangannya sendiri sebagai “bias pada transgenik” dan memberlakukan perubahan luas dalam proses perijinan.
Sementara itu, Dolly domba hasil cloning harus dibiarkan mati dini pada umur enam tahun, karena sakit berat yang disebabkan prosedur cloning transplantasi nukleus, dimana inti (nukleus) dari sebuah sel dewasa disuntikkan ke dalam sebuah telur yang intinya sudah diambil. Banyak sekali kegagalan dan kengerian yang didokumentasikan dalam spesies lain. Pada dasarnya ini adalah akhir dari pharming hewan, yaitu memodifikasi hewan secara genetik guna menghasilkan bahan farmasi, kemudian mengklon hewan transgenik untuk menghasilkan kelompok elit identik yang menghasilkan bahan farmasi pada skala komersial.
Ini adalah juga akhir dari xenotransplantasi, yaitu penggunaan hewan transgenik untuk mengganti organ dan jaringan. Kloning mulai dilakukan karena tidak mungkin membuat hewan transgenik mereproduksi sifat-sifat yang diinginkan, hewan itu mandul dan atau tidak stabil secara genetik. Tetapi sejak awal, para ilmuwan termasuk Joe Cummins dan penulis telah memperingatkan akan bahaya penciptaan dan penyebaran virus baru melalui prosedur transplantasi lintas species yang berbahaya ini.
Beberapa tulisan ilmiah yang diterbitkan juga telah mendokumentasikan bahwa sejak 1992, paling tidak 16 pasien meninggal saat atau setelah percobaan xenotransplantasi, tetapi kematian itu dikatakan disebabkan oleh kondisi medis sebelumnya, bukan karena xenotransplantasi.
Penulis juga telah memperingatkan akan maraknya pemberian paten atas gen dan dampaknya ketika sekuens genom padi pertama kali diumumkan pada 2002. Tetapi penulis tidak menyangka skala dan cakupan paten yang demikian luas seperti yang diminta Syngenta. Pada Agustus 2005, Syngenta, sebuah perusahaan biotek raksasa mengungkapkan bahwa mereka telah memohon apliksi 15 paten global atas hampir 30.000 urutan gen dari padi (dari total 37.544 urutan). Memberikan paten seperti itu akan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan melegitimasi pencurian sumberdaya genetik yang menyediakan pangan dan nafkah bagi miliaran orang termiskin di dunia.
Link : http://www.beritabumi.or.id/?g=liatinfo&infoID=ID0024&ikey=3
Link:
0 komentar :
Posting Komentar